Kisah Perjalanan Felix Siauw Mencari Tuhan

ustadz-felix-siauw

Saya lahir dari keluarga Cina yang besar di Palembang. Pada waktu itu, orang-orang Cina diharuskan untuk memilih salah satu agama yang ditetapkan oleh negara dan kebanyakan mereka memilih katolik. Mereka sangat awam dengan Islam, dan bahkan mereka memandang jelek agama Islam tersebut. Dari dulu, orang-orang Cina berpikiran bahwa Islam bertentangan dengan agama mereka. Kebanyakan dari mereka menerapkan kepada keluarga, anak dan cucu mereka bahwa boleh beragama apa saja, asalkan tidak Islam. Nenek saya contohnya, beliau berpesan bahwa, “Kamu boleh beragama apa saja asal jangan Islam.”

Saya tumbuh dalam pemahaman seperti itu, maka tak heran jika saya juga memiliki pikiran yang sama dengan mereka. Islam pribumi itu kehidupannya berantakan, agama barbar dan sebagainya, itulah yang saya pikirkan. Sampai ketika SMP kelas 3, ketika saya masih bersekolah di sekolah Katolik, saya mendapatkan sesuatu yang tidak beres dan tidak masuk akal. Sebut saja trinitas, penebusan dosa dan sebagainya. Hal itu kemudian tidak memuaskan akal saya. Saya lalu banyak bertanya kepada keluarga, bahkan pendeta, pastur dan sebagainya.

Namun sayang sekali mereka tak bisa memberikan sebuah pencerahan dan penjelasan yang memuaskan. Saya semakin tidak mengerti ketika mereka menjelaskan bahwa Tuhan itu tiga dalam satu. Lalu saya bertanya “Terus yang menciptakan kita siapa ? Bapa, putra atau roh kudus ? Dan lagi jika memang Yesus itu Tuhan, mengapa dia harus memanggil Tuhan yang lain sebelum mati di kayu salib ?”

Keraguan saya semakin bertambah ketika saya banyak membaca Alkitab. Saya menemui kenyataan bahwa Tuhan banyak berbohong disana. Contoh, ketika di surga pertama-tama Tuhan mengatakan “Jangan makan buah ini, jika engkau makan kau akan mati.” Ternyata setelah mereka memakan buah itu, mereka tidak mati. Mereka malah punya pengetahuan, mereka malah mengetahui yang baik dan yang buruk. “Masak Tuhan berbohong” begitu pikir saya.

Konsep-konsep inilah yang banyak saya tanyakan kepada pastur dan pendeta. Namun mereka hanya menjawab “Ya itulah iman”. Berkali-kali saya bertanya, namun tetap saya mendapat jawaban yang sama. Mereka menjelaskan bahwa iman adalah tidak boleh banyak bertanya. Karena dalam beberapa hal dalam keimanan yang tidak bisa ditangkap oleh nalar. Sampai disana saya berpikir, lalu apa gunanya saya terus belajar tentang agama Katolik ?

Ketika SMP kelas 3, secara fungsional keluar dari agama Katolik. Saya tidak pernah ke gereja lagi, saya juga tidak ikut ibadah, walaupun KTP saya masih agama Katolik. Saya kemudian terus mencari jawaban itu, dimana asal Tuhan, siapa yang menciptakan, setelah mati manusia akan kemana dan sebagainya. Saya mencari ke semua agama. Dari Kristen Protestan, Budha, Hindu, dll. Namun saya tidak mendapatkannya.

Setelah 5 tahun kemudian, saya akhirnya mencari konsep tersebut di Islam. Ketika saya di IPB, saya bertemu dengan salah seorang teman. Saya banyak berdiskusi dengan dia, dan mempertanyakan kembali tentang pertanyaan-pertanyaan hidup yang saya punya dulu. Saya dikenalkan dengan seorang ustadz. Beliau masih sangat muda, namun kalimat-kalimatnya sangat penuh hikmah. Saya mendapatkan pencerahan Islam yang sesungguhnya, yang sebenar-benarnya. Bukan seperti Islam yang kebanyakan dilakukan oleh manusia modern seperti sekarang ini.

Ketika suatu malam, saat kami berdiskusi, kami sama-sama menyimak bacaan Alquran surat Al Baqarah ayat ke 2 yang artinya “Kitab ini tidak ada keraguan, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa.” Saya katakan ini tidak mungkin, karena ketika ada kata sempurna berarti tidak akan ada kesalahan, kebimbangan dsb. Saya katakan lagi, ini buatan manusia jadi tidak mungkin”.

Beliau menjawab, “Tidak, Alquran ini bukan buatan manusia, Kitab ini buatan Tuhan. Disini ada buktinya”. Setelah itu dibacakanlah tentang surab Al Baqarah ayat 23 “Dan jika kamu meragukan (Al Qur’an) yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surat semisal dengannya, dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar”.

Hal itu benar-benar memukul kepala saya. Seakan-akan ada yang berkata kepada saya “Jika kamu memang benar, nggak usah banyak ngomong, tandingin aja deh. Buat yang sama dengan Al Qur’an. Jika kamu lebih baik, maka Al-Qur’an kalah, dan Islam ikut kamu. Kalau Kamu nggak bisa, ya udah kamu kudu nurut dan masuk islam.” itu sangat fair buat saya.

Setelah itu saya lihat ayat selanjutnya, ayat 24 yang artinya “Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu yang disediakan bagi orang-orang kafir.” Dari sana saya tahu jika ayat itu begitu tegas dan jelas. Saya jadi yakin, bahwa yang membuat Al-Qur’an benar-benar Tuhan Semesta Alam, dari sanalah akhirnya saya memutuskan untuk beriman pada Islam.

Reaksi awal keluarga saya, pastilah merasa kaget, karena seperti yang saya ceritakan di awal tadi, mereka tidak mengharapkan dan paling takut anaknya terpengaruh dengan Islam. Selama tiga tahun terakhir, saya terus berjuang agar mereka juga bisa mengimani Islam. Walaupun sampai sekarang belum ada diantara mereka yang memutuskan menjadi seorang muslim, namun saya masih terus berharap, suatu saat Allah akan mendatangkan hidayah untuk mereka.

Setelah menjadi mualaf, saya benar-benar merasa tenang. Ketika saya mensujudkan kepala pertama kali, saya merasa sangat terharu. Saya merasa bertambah yakin jika memang inilah Tuhan yang seharusnya kita sembah.

Jujur, kadang saya juga merasa gregetan, saat melihat banyak orang Islam sekarang yang tidak mengetahui Islam yang sebenar-benarnya. Seakan-akan di depan mereka, ada air jernih dan air comberan yang kotor. Namun banyak dari mereka yang meminum air yang kotor tersebut. Padahal Islam adalah yang paling sempurna, namun banyak dari mereka yang tidak mengerti, dan tidak berusaha untuk mencari ilmunya. Mereka meninggalkan sistem sebuah agama yang benar-benar sempurna, namun mereka tidak mengambil itu. Maka dari itu saya tergerak agar muslim-muslim yang lain juga tahu tentang Islam yang sebenar-benarnya.

Kini saya banyak menghabiskan waktu untuk berdakwah. Walaupun banyak cobaan yang bahkan justru datang di kalangan orang Islam sendiri, saya berusaha untuk tetap teguh berada di jalan Allah. Saya yakin Allah akan selalu menyertai saya, selama saya mau untuk ikhlas melakukan semuanya karena Allah.

Referensi : Hadila Magazine

Tentang arifrohmadi

Mahasiswa Informatika yang berusaha untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi serta dapat berbagi dan bermanfaat bagi orang lain
Pos ini dipublikasikan di religi. Tandai permalink.

3 Balasan ke Kisah Perjalanan Felix Siauw Mencari Tuhan

  1. Johne722 berkata:

    Howdy! I basically would like to give a huge thumbs up for the good data you’ve got here on this post. I will probably be coming once again to your weblog for far more soon. fcedffbedekc

  2. Johng890 berkata:

    Thanks for this article. I’d also like to express that it can often be hard if you are in school and simply starting out to initiate a long credit standing. There are many students who are just trying to endure and have an extended or favourable credit history are often a difficult matter to have. dgagdbagcddk

Tinggalkan komentar